Friday, August 19, 2011

Dibalik Kesuksesan Sebuah Pelayanan (Filipi 4:10-23)

Dalam artikel yang ditulis oleh Pdt. Samuel Fu dalam majalah Batu Karang edisi 4 (Juni-Juli 2008) yang berjudul “Warisan Rohani”, beliau menuliskan tentang seorang ibu tua berusia 92 tahun yang telah dipanggil Tuhan. Banyak kesan dan pesan dari saudara/i seiman yang berupa pujian terhadap ibu tua ini. Semasa hidupnya, ibu tua ini begitu setia melayani dan berdoa. Pagi-pagi, baik cuaca hujan ataupun cerah beliau datang ke gereja untuk berdoa. Apakah yang ia doakan? Ternyata ia tidak hanya sekedar mengeluh atau mendoakan pergumulannya saja, tetapi ia bersyukur dan mendoakan para hamba Tuhan, anggota, dan pelayan di gereja! Tidak salah jika ada orang yang menjulukinya “Pendoa syafaat yang ulung”.

Orang-orang seperti ini sangat penting perannya dalam kesuksesan sebuah pelayanan. Mereka adalah the invisible mover.

Dalam artikel yang sama, yaitu “Warisan Rohani” yang ditulis oleh Pdt. Samuel Fu, beliau juga mengutip khotbah pada upacara pemakaman ibu tua ini yang disampaikan oleh Pdt. Philip Can, yaitu bahwa gereja dibangun dan dikembangkan bukan oleh pendeta atau penginjil, tetapi oleh orang-orang kristen biasa yang mengasihi Tuhan, berkomitmen, dan setia melayani Tuhan.”

Seperti istilah yang diungkapkan Pdt. Samuel Fu bagi orang-orang kristen yang setia dan mengasihi Tuhan ini: “Spiritual Giant”. Mereka adalah orang-orang yang setia mendoakan dan mendukung pelayanan dari belakang (dibalik layar).

Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi adalah surat yang istimewa. Surat ini dijuluki juga sebagai “The book of Joy”. Banyak sekali dalam kitab ini Rasul Paulus mengungkapkan bahwa ia bersukacita. Mudah bagi seseorang untuk mengatakan bahwa ia bersukacita ketika ia berada di teras sebuah vila, memandang keindahan pantai, sambil santai dan sambil minum coca cola. Namun Rasul Paulus tidak, ia menuliskan “The Book of Joy” ini adalah dari dalam penjara! Penjara Romawi pada masa itu tidak senyaman LP Cipinang sekarang, yang ada kelas VIP nya, ada AC, ada TV, bisa akses Internet, dan fasilitas lain. Penjara pada masa Paulus ada di bawah tanah, bau, lembab, pengap, dan gelap. Sedikit sekali cahaya yang masuk. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi Paulus saat itu, bisa mudah terserang penyakit, paru-paru basah, dan lagi, itu berarti ia harus menulis surat-suratnya dalam pencahayaan yang sangat minim, itu tentu akan mengganggu penglihatannya.


Tidak hanya itu, Paulus dipenjara juga bukan karena mencuri, merampok, atau perbuatan tercela lainnya, tidak. Ia dipenjara karena memberitakan kebenaran. Tetapi meski demikian, ia tidak sibuk membuat surat banding, atau mempertanyakan keadilan baginya, atau stress dan tertekan karena ketidakadilan yang menimpanya, tidak, tetapi sebaliknya ia bersukacita.     

Tetapi Alkitab mencatat bahwa Paulus bersukacita karena orang-orang Kristen di Filipi mengingat akan dia dan mendukungnya, yang diungkapkan dengan istilah: “pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku.” [ay. 10].

Jemaat di Filipi tidak hanya membantu dan mendukung Paulus saat dia bersama-sama dengan mereka, tetapi ketika Paulus tidak bersama mereka pun mereka tetap setia mendukung dia. Misalnya pada ay. 15, ketika Paulus baru berangkat dari Makedonia, dikatakan bahwa tidak ada satu jemaatpun yang membantu ia, tetapi orang-orang Kristen di Filipi-lah yang membantu dan mendukung Paulus dalam perjalanan misi dan pekabaran Injilnya. Begitu juga di Tesalonika (ay. 16), mereka juga mengirimkan bantuan kepada Paulus satu dua kali (ini menunjukkan bukan sekali saja, tetapi beberapa kali). Lagi pada ay. 18, Paulus juga mengakui telah menerima titipan mereka yang ditujukan kepada Paulus melalui Epafroditus. Dalam khotbah dua minggu lalu – Filipi 3:17-21; 4:1-9 “The ways to be a witness” – kita juga melihat bagaimana Euodia dan Sintikhe juga telah terjun dalam pelayanan bersama Paulus, berjuang bersamanya dalam pekabaran Injil. Eoudia dan Sintikhe ini juga adalah orang-orang percaya dari kota Filipi.

Jemaat di Filipi tidak hanya berbagian dalam kesuksesan pelayanan Paulus saja, tetapi mereka juga mengambil bagian dalam kesusahannya [ay. 14]. Matthew Henry mengatakan: Nature of true Christian sympathy is not only to be concerned for our friends in their troubles, but to do what we can to help them. Rasul Paulus tahu akan kesusahan. Dia pernah mengalami kesusahan dalam pelayanan. Dan pada saat ia menuliskan surat Filipi inipun ia dalam kesusahan. Tetapi dalam keadaan susah, ia tidak sendiri, setidaknya Alkitab mengungkapkan kepada kita bahwa Jemaat Filipi turut mengambil bagian dalam kesusahan Paulus juga, mereka tidak membiarkan Paulus menderita dan meninggalkan dia, tidak, melainkan mereka berusaha terus untuk mengirimkan bantuan dan penghiburan kepadanya. Paulus juga dengan jelas menegaskan bahwa ia dapat melalui semua kesusahan dalam hidupnya bukan karena ia kuat dan hebat, tetapi semata-mata karena “Dia yang memberi kekuatan kepada ku”, yaitu Tuhan Yesus Kristus.  “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” [ay. 13]


Apa yang kita pelajari?
[Berbagian dalam pelayanan]
Jemaat di Filipi begitu peduli terhadap pelayanan Paulus, mereka mengirimkan bantuan untuk mencukupi kebutuhan Paulus dalam pelayanan misinya.

Mereka mengirimkan bantuan atas nama Jemaat Filipi, itu berarti bukan perorangan, tetapi orang-orang Kristen yang ada di Filipi. Disini kita melihat bagaimana kesehatian mereka, usaha mereka bersama menggalang bantuan untuk mendukung pelayanan dan pekerjaan Tuhan. Ini menunjukkan mereka semua memiliki beban yang sama dan berbagian dalam pelayanan Tuhan. Bukan satu atau dua orang saja, tetapi bersama-sama.

Sungguh indah jika kita bisa bersama-sama melayani Tuhan, berbagian dalam pelayanan bersama. Saya sangat menikmati pelayanan besuk belakangan ini. Anggota besuk kita semakin banyak, kita bersama-sama, panas ataupun hujan, kita pergi membesuk bersama-sama. Ada sukacita yang melebihi panasnya terik matahari atau dinginnya hujan yang kami alami; ada sukacita yang melampaui jarak yang telah kami tempuh. Ada sukacita yang melampaui penolakan yang kami alami. Sungguh indah jika kita bisa bersama-sama melayani, berbagian dalam pelayanan. Dengan demikianlah pelayanan kita akan sukses, akan berhasil, yaitu dengan bersama-sama. Meskipun berat, meskipun tantangan siap menghadang di depan, kita tidak takut, karena ini memberikan sukacita yang melampaui segala beban dan tantangan yang ada di depan.

Apa lagi yang bisa kita lakukan? Banyak. Kita bisa melibatkan diri dengan mengambil bagian dalam pelayanan ibadah (kolekte, penyambut jemaat, pemimpin pujian, sound system, operator LCD, dll). Kita bisa terlibat dalam pelayanan olahraga [hari minggu, jam 15.30], kita bisa terlibat dalam paduan suara [hari minggu 11.30], kita bisa datang lebih pagi setiap hari minggu, jam 7.00 untuk berdoa syafaat.

Apa lagi? Kita bisa mengikuti kebaktian perkabungan yang diadakan gereja kita, karena melalui ini kita bisa menyatakan perhatian kita lebih nyata kepada saudara/i kita yang berduka, dan ini juga sarana penginjilan yang sangat efektif.

Banyak sekali pelayanan yang bisa kita lakukan, ini sungguh anugerah yang besar, mari kita terlibat aktif, jangan sia-siakan anugerah Tuhan. Jika Tuhan menarik semua kesempatan melayani ini dari kita, maka kita akan menyesal.

[Konsisten dalam mendukung]
Kemudian kita juga belajar bahwa Jemaat Filipi tidak hanya memberi bantuan kepada Paulus satu kali saja, melainkan berkali-kali (satu dua kali).

Seringkali kita berpikir: “ah...satu kali bantu sudah cukup, yang penting kan sudah bantu...”. Sering kali kita menjadikan ini sebagai sebuah excuse, cukup sekali. Apakah ini menggambarkan kesungguhan hati? Apakah ini menggambarkan ketulusan? Saya pikir tidak.

Saya bersyukur ketika melihat laporan keuangan Komisi Remaja, masih ada segelintir orang yang tetap setia, tetap komitmen dalam memberi persembahan Misi. Tetapi disisi lain, saya juga bersedih karena yang setia mendukung pelayanan Misi itu hanya segelintir orang, dimana yang lain? Rata-rata kehadiran di kebaktian Remaja ada sekitar 130-140 orang/minggu. Saya tidak melihat nominalnya berapa, tetapi orang yang berbagian dalam pelayanan berapa.

Saya mengajak kita semua, anak-anak Remaja, mulai saat kita masih relatif muda, mari kita berbagian dalam pelayanan Tuhan, mari kita mendukung pelayanan yang ada. Kita bisa memulai dengan cara yang sederhana, menyisihkan sedikit uang jajan kita, tabung hingga satu bulan, persembahkan itu untuk pelayanan para hamba Tuhan di pedalaman. Bagi kita mungkin uang yang terkumpul itu sedikit, tetapi bagi mereka, itu sangat berarti. Sedikit, memang, tatapi jika kita semua disini bersatu, mengumpulkannya, maka itu akan menjadi nilai yang besar.

Selain itu, kita bisa berdoa, dengan setia, dengan konsisten kita doakan pelayanan Misi, pelayanan pekabaran Injil, dan hamba-hamba Tuhan dimanapun mereka berada.

Memang mereka jauh dari kita, terpisah oleh jarak, tidak bersama kita, tetapi Tuhan yang mendengar doa kita memiliki kuasa yang tidak terbatasi oleh jarak dan waktu. Seperti jemaat Filipi yang terus mendukung Paulus bahkan ketika dia berada di tempat lain. Marilah kita juga mendoakan saudara-saudara sepelayanan kita dimanapun mereka berada, para misionaris yang melayani dimanapun mereka berada.

Mungkin kita tidak mengenal siapa mereka yang kita doakan secara pasti, tetapi Tuhan yang mendengar doa kita mengenal mereka satu per satu, Dia tidak akan salah orang, salah alamat dalam mengirimkan bantuan, tidak. So...tenang saja.

Biarlah kita lakukan ini dengan konsisten, bukan hanya sekali dua kali saja, tetapi lakukan terus dan dengan setia mendukung pelayanan mereka.

[Berbagi suka dan duka dalam pelayanan]
Seperti yang Matthew Henry katakan Nature of true Christian sympathy is not only to be concerned for our friends in their troubles, but to do what we can to help them

Yak. 2:15-16 “Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: “selamat jalan, kenakanlah kain panas, dan makanlah sampai kenyang!” tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya apakah gunanya itu?”

Disini kita belajar untuk mendukung, mengasihi tidak hanya sekedar kata-kata saja, tetapi nyata dalam perbuatan.

Ketika kita melihat saudara sepelayanan kita dalam masalah, mari kita melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk menolongnya.

Dengan demikian kita akan turut merasakan dengan nyata pergumulan yang dihadapi mereka. Kita tidak hanya menikmati suksesnya saja, tetapi kita juga menikmati masa-masa sulitnya.

Seperti yang telah saya share-kan di atas, di Komisi Remaja sendiri banyak pergumulan yang dihadapi teman-teman pengurus, bidang olahraga, koor, dll.

Marilah kita belajar dari jemaat Filipi ini, yang setia mendukung pelayanan Rasul Paulus, konsisten dan berbagian dalam suka ataupun duka.

Kunci Kesuksesan sebuah pelayanan selain bersandar pada Allah adalah dukungan dari para spiritual giants. Jadilah Spiritual giant seperti ibu tua yang diceritakan di atas.



No comments:

Post a Comment