Dalam artikel yang ditulis oleh Pdt. Samuel Fu dalam majalah Batu Karang edisi 4 (Juni-Juli 2008) yang berjudul “Warisan Rohani”, beliau menuliskan tentang seorang ibu tua berusia 92 tahun yang telah dipanggil Tuhan. Banyak kesan dan pesan dari saudara/i seiman yang berupa pujian terhadap ibu tua ini. Semasa hidupnya, ibu tua ini begitu setia melayani dan berdoa. Pagi-pagi, baik cuaca hujan ataupun cerah beliau datang ke gereja untuk berdoa. Apakah yang ia doakan? Ternyata ia tidak hanya sekedar mengeluh atau mendoakan pergumulannya saja, tetapi ia bersyukur dan mendoakan para hamba Tuhan, anggota, dan pelayan di gereja! Tidak salah jika ada orang yang menjulukinya “Pendoa syafaat yang ulung”.
Orang-orang seperti ini sangat penting perannya dalam kesuksesan sebuah pelayanan. Mereka adalah the invisible mover.
Dalam artikel yang sama, yaitu “Warisan Rohani” yang ditulis oleh Pdt. Samuel Fu, beliau juga mengutip khotbah pada upacara pemakaman ibu tua ini yang disampaikan oleh Pdt. Philip Can, yaitu bahwa gereja dibangun dan dikembangkan bukan oleh pendeta atau penginjil, tetapi oleh orang-orang kristen biasa yang mengasihi Tuhan, berkomitmen, dan setia melayani Tuhan.”
Seperti istilah yang diungkapkan Pdt. Samuel Fu bagi orang-orang kristen yang setia dan mengasihi Tuhan ini: “Spiritual Giant”. Mereka adalah orang-orang yang setia mendoakan dan mendukung pelayanan dari belakang (dibalik layar).
Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi adalah surat yang istimewa. Surat ini dijuluki juga sebagai “The book of Joy”. Banyak sekali dalam kitab ini Rasul Paulus mengungkapkan bahwa ia bersukacita. Mudah bagi seseorang untuk mengatakan bahwa ia bersukacita ketika ia berada di teras sebuah vila, memandang keindahan pantai, sambil santai dan sambil minum coca cola. Namun Rasul Paulus tidak, ia menuliskan “The Book of Joy” ini adalah dari dalam penjara! Penjara Romawi pada masa itu tidak senyaman LP Cipinang sekarang, yang ada kelas VIP nya, ada AC, ada TV, bisa akses Internet, dan fasilitas lain. Penjara pada masa Paulus ada di bawah tanah, bau, lembab, pengap, dan gelap. Sedikit sekali cahaya yang masuk. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi Paulus saat itu, bisa mudah terserang penyakit, paru-paru basah, dan lagi, itu berarti ia harus menulis surat-suratnya dalam pencahayaan yang sangat minim, itu tentu akan mengganggu penglihatannya.